Nusantaratv.com-Analis komunikasi politik, Hendri Satrio (Hensa) menyoroti isu perombakan atau reshuffle kabinet pemerintahan Presiden Prabowo Subianto yang kembali mengemuka.
Ia menilai waktu reshuffle semakin dekat, seiring dengan beberapa kali Presiden Prabowo Subianto memberikan pernyataan terbuka terkait dengan kinerja kabinetnya.
Hensa menambahkan, reshuffle kabinet kemungkinan besar dilakukan setelah perayaan Idul Adha hingga menjelang Oktober 2025, bertepatan dengan satu tahun kepemimpinan Prabowo.
“Saat ini mungkin masih dalam suasana Haji, ada beberapa menteri yang sedang bertugas di Mekkah untuk mengelola atau memantau pelaksanaan Haji. Jadi kan kalau kita kira-kira, berarti waktunya sudah mulai dekat, mungkin saja setelah Idul Adha hingga Oktober 2025. Karena kalau dilihat, keinginan Pak Prabowo segera meluncurkan program unggulan seperti Koperasi Merah Putih dan Sekolah Rakyat,” ujar Hensa kepada wartawan.
Ia berpendapat, reshuffle kabinet kemungkinan besar akan terjadi mengingat Prabowo pernah mengevaluasi kinerja kabinetnya.
Lebih lagi, pada saat pertemuan dengan enam pemimpin redaksi media massa tersebut, Prabowo memberikan nilai 6 dari 10 terhadap kinerja kabinetnya, menurut Hensa itu menandakan sinyal ketidakpuasan dari sang presiden.
“Kalau kita lihat, waktu itu kan presiden pernah mengatakan bahwa dia menilai pemerintahan dia saat ini poinnya 6. Nah pasti kan presiden juga ingin meningkatkan kinerja pemerintahan, dari 6 jadi 7, 7 jadi 8. Itu kan pasti ada pergantian-pergantian. Waktu itu dinilai dalam waktu 6 bulan, sekarang sudah 7 bulan,” ujar Hensa.
Terkait dengan jumlah menteri yang akan terkena reshuffle, Hensa berpendapat kemungkinan akan berskala minor, dengan perubahan sekitar 25 persen dari total 108 menteri dan wakil menteri.
Ia menyebut menteri-menteri dari Partai Gerindra cenderung aman, dengan kemungkinan hanya digeser posisinya.
Sementara itu, menteri atau wakil menteri yang terlihat tidak memiliki keuntungan politik bagi pemerintahan saat ini akan mudah untuk di-reshuffle bagi Prabowo.
“Kalau diganti paling sekitar 20 persen lah, itu masih minor. Menteri yang kontroversial atau tanpa cantolan politik mungkin jadi pertimbangan untuk diganti, tapi kalau kinerjanya bagus, pasti dipertahankan,” ungkapnya.
Isu reshuffle ini mencuat di tengah sorotan publik terhadap kinerja sejumlah menteri, seperti kasus Minyak Kita, kontroversi dalam komunikasi publik, dan pemberantasan judi online. Hensa menilai bahwa Presiden Prabowo juga mendengar keluh kesah masyarakat.
Ia meyakini, Prabowo pun juga memiliki catatan tersendiri terkait dengan para menterinya sehingga pernyataan akan menindak tegas para menterinya jika tak bekerja dengan baik itu keluar saat perayaan Hari Lahir Pancasila yang diselenggarakan di Kementerian Luar Negeri pada 2 Juni 2025 lalu.
“Presiden mendengarkan apa yang ada di publik. Waktu Hari Lahir Pancasila, beliau merespons langsung, silakan mengundurkan diri sebelum kita tindak,” katanya, merujuk pada pernyataan tegas presiden pada 2 Juni lalu.
PDI Perjuangan di Ambang Koalisi?
Selain isu reshuffle, sorotan tertuju pada kemungkinan masuknya PDI Perjuangan ke dalam koalisi pemerintahan.
Meski belum memiliki kursi menteri, Hensa menilai PDI Perjuangan tidak pernah benar-benar berada di luar pemerintahan.
“Dalam deal politik, kenikmatan jabatan yang sudah ada lalu tidak diambil, itu sudah merupakan deal. Misalnya, Puan Maharani tetap menjadi Ketua DPR, padahal dengan kekuatan 80 persen di DPR, bukan perkara sulit menggantinya,” jelas Hensa.
Ia juga menyinggung posisi strategis PDI Perjuangan di lembaga seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan jabatan duta besar.
“Akhir-akhir ini, kader PDI Perjuangan juga menyatakan mendapat perintah untuk mendukung program-program Pak Prabowo,” tambahnya.
Meski begitu, Hensa meragukan PDI Perjuangan akan masuk koalisi secara formal seperti Golkar atau PKB, namun dukungan dari partai berlogo banteng bermoncong putih tersebut terhadap pemerintahan tetap terbuka.
Sementara itu, partai lain seperti Nasdem dan PKS, yang tergabung dalam koalisi namun belum mendapat jatah menteri, berpotensi mendapatkan kursi dalam reshuffle mendatang.
“Saat ini yang katanya sudah berada di dalam koalisi, tapi belum mendapatkan kursi menteri kan, Nasdem dan PKS ya, walaupun PKS mengklaim Pak Yassierli itu adalah kader atau rekomendasinya mereka. Nah kalau dikatakan PKS dan Nasdem mungkin akan mendapatkan jatah, ya mungkin saja,” pungkas Hensa.